Tiga Alasan Mengapa Ms. Marvel Ga Perlu ke Pakistan

Karakternya banyak, alurnya buruk

Fariduddin Aththar AM
3 min readJul 29, 2022

Episode keenam Ms. Marvel akhirnya dirilis pada Rabu (13/7) lalu, sekaligus menjadi episode terakhir untuk serial MCU di Disney+ itu. Dengan tokoh utama pemudi muslimah asal Kota Jersey, Ms. Marvel tidak hanya menjadi karakter Islam pertama di dunia superhero itu, tetapi juga memeri gambaran kehidupan imigran Islam di Amerika.

Cerita

Kamala (Iman Vellani) lahir dari keluarga Khan yang berasal dari Pakistan. Ibu dan ayahnya bertemu di Amerika, melahirkan dua anak. Sang kakak diceritakan hendak menikah dengan perempuan muslimah kulit hitam, dan mereka bersiap-siap untuk hari besar itu. Sayang, Kamala lebih tertarik untuk datang ke AvengerCon bersama temannya, Bruno (Matthew Lintz).

Dalam ajang itu, ia akan cosplay sebagai Captain Marvel, superhero favoritnya. Bruno sudah membuatkan ia sapu tangan dengan kelap-kelip cahaya di permukaannya, namun ia tak tertarik dan — secara tidak sengaja — meninggalkannya di toilet. Ia pun membawa gelang dari rumahnya, peninggalan sang nenek. Dari gelang itu, muncul kekuatan kosmik yang membuatnya terkenal di sosial media.

Bruno mengetahui itu dan membantunya mempelajari kekuatannya. Namun, sosok superhero baru sedang terus diburu oleh Departemen of Damage Control (DODC) dan mencurigai masjid melindunginya. Di sisi lain, Kamala musti mengetahui masa lalu nenek buyutnya yang menjadi bagian dari Clan Destine dan ancaman yang muncul dari mereka yang tersisa.

Kritik

Akhir-akhir ini, muncul kekhawatiran penggemar tentang penggunaan CGI yang terlalu buruk dan kekesalan pekerja VFX yang menuntut Marvel agar tidak terburu-buru merilis film atau serial baru. Kesejahteraan pekerja seni dalam hal ini sangat penting dan Marvel sebaiknya memenuhi tuntutan pekerjanya, termasuk studio-studio di bawahnya.

Namun, kritik saya paling utama adalah tentang cerita atau alur. Dan sesuai judul, saya punya beberapa argumen bahwa cerita serial ini tidak perlu dibawa ke Pakistan.

  1. Hanya menelusuri sejarah dan kembali ke masa lalu. Perpindahan latar di serial MCU sebelumnya, Moon Knight, terasa perlu karena memang dewa-dewi piramid itu berada dalam lingkup konfliknya. Tanpa perpindahan latar, penonton tidak akan mengerti gambaran Marvel tentang piramid dan sebagainya. Di Pakistan, tujuan Kamala hanya satu: gerbong kereta api! Itupun sudah terbengkalai dan tidak berguna. Kalau begitu, kenapa tidak Kamala sendiri yang ke sana, tanpa membawa ibu atau saudara-saudarinya?
  2. Menjual eksotisme tidak lagi berguna. Sehari setelah Kamala mendarat dan dijemput keluarganya, ia diajak oleh kedua sepupu untuk berkeliling pasar namun akhirnya berpisah untuk mencari stasiun lama. Dalam babak ini, jelas sekali MCU berusaha menjual eksotisme negeri Asia Selatan itu. Tapi sekali lagi, ga perlu! Penonton bisa nyari tau sendiri.
  3. Memperkenalkan Red Daggers juga ga perlu. Di episode keempat itu, Kamal bertemu Karim, pemuda jago yang menjadi bagian Red Daggers. Perkenalan kelompok ini cukup tanggung, tanpa sejarah dan tiba-tiba langsung diserang lalu mati. Memperkenalkannya di film bersama Avengers lain mungkin lebih pas.

Rating: 3,8/5

Secara keseluruhan, itulah penilaian akhir saya. Karena Ms. Marvel adalah karakter baru, maka lingkungan yang diperkenalkannya juga baru. Komunitas imigran muslim mungkin layak untuk ditampilkan dan bersifat “musti” agar Kamala tidak lahir dari ruang kosong begitu saja. Untuk itu, kemunculan karakter terasa perlu sehingga tidak perlu dinilai.

Di sisi lain, Kamala adalah karakter herroin paling muda, usianya baru menginjak 16 tahun. Menampilkan kesan muda seperti pembukaan yang berwarna-warni dan penggunaan sosial media terasa pas, kecuali di bagian akhir di mana sosok Ms. Marvel “fyp” terus menerus di Tik-Tok. Adegan itu terasa tidak filmis. Ia seperti dipaksakan dan terlihat tidak masuk secara alami dalam cerita.

Sejauh ini, Ms. Marvel mungkin serial paling buruk sejak MCU memulai semuanya dengan WandaVision. LOKI tetap menjadi nomor satu di hati dan bisa saya tonton kembali suatu hari nanti. Terlepas dari penilaiannya yang buruk, Ms. Marvel masih tetap harus ditonton untuk mengikuti perjalanan MCU.

Mereka sendiri menyebutnya The Multiverse Saga.

--

--